Sabtu, 10 September 2011

Mudik Pasca Bencana Merapi

Lebaran kemarin, seperti lebaran-lebaran sebelumnya saya dan keluarga pulang ke kampung halaman Magelang tercinta. Sebenarnya, Magelang menjadi kampung halaman sejak eyang putri yang merupakan purnawirawan ABRI, mendapat jatah rumah di perumahan Koda Jaya, setelah eyang kakung meninggal tahun 1991 silam.

Selain itu, dua adik orang tua saya tinggal tidak jauh dari rumah eyang. Jadilah semenjak tahun 90an awal, Magelang menjadi kampung halaman.

Mudik tahun ini terasa berbeda, karena 4 keluarga bisa pulang bersama-sama menyewa sebuah mobil elf yang memuat 15 orang. Ternyata menyenangkan pulang kampung beramai-ramai. Rasa lelahnya tidak sebanding dengan keramaian dan suka citanya di jalan.

Lebaran tahun ini juga terasa aneh. Apalagi kalau bukan karena persiapan lebaran yang terpaksa mundur karena pemerintah memutuskan lebaran pada tanggal 31 Agustus. Alhasil, tanggal 30 yang sudah kami persiapkan untuk berhalal-bihala menjadi tanggal yang kosong dari aktivitas. Maklum, opor ayam dan kawan-kawannya telah dipersiapkan sehari sebelumnya.

Jadilah kami memutuskan untuk berjalan-jalan ke Jogjakarta. Saya, adik, dan seorang sepupu yang sudah dewasa merasa bosan saat "ibu-ibu" memutuskan ingin pergi berbelanja ke Malioboro. Saya sudah berpikir bahwa tidak akan banyak toko yang buka karena hari itu masih dalam persiapan slebaran. Tidak ada hal yang menarik di sana. Pedagang kaki lima memang banyak yang buka. Sebagian besar toko tutup, dan Pasar Bringharjo pun hanya diisi 5% pedagang.

Alhasil, sebagian dari kami yang masih berpuasa hanya mendapat lelah di jalan. Sebagian lagi yang memutuskan tidak ingin berpuasa, bisa dengan leluasa menyantap makanan. Untungnya iman kami kuat hahahaha. Jadi, kami tidak terpancing sedikitpun untuk membatalkan puasa kami.

Akan tetapi, yang menarik justru dalam perjalanan pulang. Ketika kami memutuskan memberhentikan mobil di kawasan Kali Putih. Kawasan, yang saat bencana Merapi, hancur lebur akibat lahar dingin.


Kali Putih Pasca Bencana

Bencana bagi masyarakat sekitar Merapi sangat menyedihkan. Kita bahkan bisa menyaksikan langsung saat melewati Jalan Raya Magelang-Jogja. Bangunan di kanan kiri jalan habis diterjang lahar dingin.

Bangunan yang tinggal tiang-tiangnya juga hanya dibiarkan saja. Seolah menjadi saksi bisu bencana maha dahsyat, akhir tahun silam.




Pepohonan di kanan kirinya hanya sedikit yang tersisa, dengan batang dan daun menunduk lesu seakan turut pilu merasakan penderitaan orang-orang yang terkena bencana.

Abu, pasir, dan lahar dingin mengeras membentuk gundukan dengan tinggi melebihi rumah-rumah. Sementara Kali Putih lenyap tak berbekas.




Kawasan ini ternyata kini seperti menjadi objek wisata bagi orang-orang yang datang dari luar kota. Tidak hanya saya dan keluarga, banyak mobil-mobil pribadi berplat B, H, D, R, dan lain-lainnya, berhenti dipinggir jalan untuk sekedar menyaksikan, atau mengabadikan sebuah kenangan.

Bahkan beberapa bus wisata yang mengangkut rombongan juga turut menjadikan kawasan Kali Putih sebagai destinasi perjalanan mereka.


Hari itu, senja yang berbekas bagi saya. Menyaksikan sisa bencana yang masih akan terus menjadi penderitaan hingga bertahun-tahun ke depan bagi yang mengalaminya. Semoga mereka yang terkena bencana Merapi bisa cepat pulih dan membangun hidupnya kembali berdampingan damai dengan Merapi.


0 komentar:

Posting Komentar

 
Template designed using TrixTG